Di banyak sekolah dasar, topik menstruasi dan seksualitas masih dianggap tabu. Siswa sering merasa malu bertanya, sehingga muncul celah bagi ejekan atau candaan yang tidak pantas. Situasi ini mendorong mahasiswa Keperawatan Universitas Nusantara PGRI Kediri bersama dosen pendamping mengadakan edukasi menstruasi dan seksualitas sejak dini di SD Negeri Gempolan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri.

Mahasiswa Keperawatan UN PGRI Kediri, dosen, guru dan siswa SD Negeri Gempolan berfoto bersama usai edukasi.
Kegiatan dilaksanakan pada 13 Juni 2025, diikuti oleh siswa kelas 4 dan 5. Tujuan utamanya adalah menanamkan rasa empati, saling menghargai, serta mengurangi potensi bullying terkait menstruasi. Meski baru pertama kali mendapatkan edukasi semacam ini, siswa tampak antusias dan aktif terlibat.
Menurut dosen pendamping, edukasi ini menjadi langkah awal agar siswa berani terbuka dan saling mendukung. “Harapannya, mereka tumbuh menjadi pribadi yang saling menghargai dan tidak mudah mengolok teman,” ujarnya.
Penyuluhan dilakukan dalam satu hari. Mahasiswa dan dosen menyampaikan materi menggunakan presentasi PowerPoint, video edukasi, diskusi tanya jawab, serta kuis interaktif. Siswa duduk di bangku masing-masing, mendengarkan, menonton, dan aktif bertanya.

Mahasiswa menjelaskan materi stigma menstruasi melalui presentasi dan video edukasi.
Metode belajar sambil bermain membuat suasana kelas lebih hidup dan tidak kaku. Beberapa siswa antusias mengajukan pertanyaan, seperti cara meminta izin ke guru saat tiba-tiba haid di sekolah. Ada pula kuis berhadiah untuk memotivasi siswa agar berani menjawab. Salah seorang siswa mengaku senang karena baru tahu cara menjaga kebersihan diri saat menstruasi.
Materi tidak hanya membahas soal biologis, tetapi juga nilai empati dan saling menghormati. Mahasiswa dan dosen mengajak siswa untuk tidak menertawakan teman, melainkan membantu jika diperlukan. Mereka juga diingatkan untuk tidak membuat candaan yang membuat teman merasa malu.

Salah satu siswa menerima apresiasi kuis dari dosen.
Suasana belajar yang terbuka membuat siswa merasa aman bertanya. Siswa laki-laki pun mendengarkan dengan tertib meski topiknya identik dengan anak perempuan. Mahasiswa berharap kegiatan ini bisa dilanjutkan di sekolah lain, agar semakin banyak anak paham pentingnya saling menghargai.

Suasana diskusi dan tanya jawab seputar menstruasi dan seksualitas di kelas.